“witing tresno jalaran soko kulino”
Cinta datang karena keterbiasaan bersama. Begitulah kata pepatah jawa. Aku bertanya-tanya apakah mungkin hal itu sedang terjadi pada kita? Kebersamaan ini begitu membuatku kelewat nyaman padamu, sayang.
Tuan, hari ini aku senang sekali. Bahagiaku tak dapat kuungkapkan dengan kata-kata. 2 Hari yang lalu kamu menghilang dan bersenang-senang tanpa aku. Lalu, tepat pada hari kartini ini, kamu mengajakku untuk bersamamu. Mengajariku banyak hal yang sebelumnya aku tak ketahui. Waktu yang kulewati bersamamu entah tak tahu apa penyebabnya, terasa begitu cepat berlalu, tuanku. dan kalau aku boleh jujur, kamu begitu memesona meski tidak peka dan perasa.
Aku masih memerhatikan mu sorot mu diam-diam. Dari sudut yang tak pernah kau ketahui. mengira-ngira hal apa yang sedang kau fikirkan dan bagaimana sosok ku di pandangan mu? Aku sungguh tidak tahu apakah engkau menyisakan sedikit tempat disudut hatimu untukku atau… kau sudah punya sosok yang mampu mengunci pintu hatimu?
Kepadamu, tuan berambut panjang, Bisakah kau menjelaskan dengan logika yang sering kau ceritakan padaku kini apa yang sedang aku rasakan sekarang?
kamu benar-benar menelan hatiku. Membuat larut dalam khayalan-khayalan bodoh akan kita dikemudian hari. Rasa ini layaknya sungai yang tak memiliki hilir. Cinta ini seperti aliran yang tak bermuara. Aku sudah begitu nyata untukmu, sayang. Namun aku tak akan memaksamu untuk mencintaiku. Aku tak ingin menjadi beban bagimu, ku biarkan kau bebas seperti burung merpati, karena bahagiamu, bahagiaku juga.
Sayang.. mendekatlah, akan kuberitahu kau satu rahasia, semoga kamu tidak membenciku setelah kamu tahu hal ini, ya?
Jujur saja. Aku begitu membenci benda yang paling kau sayangi itu. Kamu begitu menikmati saat-saat bersamanya. Bukan aku tak ingin kamu bahagia, sayang. Hanya saja, aku sangat ketakutan. Aku takut benda yang paling kau cintai itu dikemudian hari akan menyakiti dirimu. Aku benci hal ini, tuan. Bukan aku membencimu. Tapi aku benci, Kenapa kamu lebih banyak menghabiskan waktu bersamanya dibanding aku? Mengapa benda itu begitu candu bagimu dibanding aku?
Tuan maafkan aku begitu lancang menyinggung hobimu. Kamu tak perlu fikirkan ini, ini hanya coretan kecil dari seorang gadis yang hobinya hanya menulis dan bermimpi, yang mungkin sangat tak menarik untuk kau cermati. Asal kau tahu, sampai detik ini do’a ku tak pernah berputus untukmu. Aku masih bersabar sampai nanti tiba saat tangan Tuhan menyatukan kita.
Kita tak pernah merencanakan adanya pertemuan. Semoga saja tidak ada perpisahan bagi kita berdua. Karena pergimu itu matiku, sayangku
Diantara kerindangan
pohon kelapa.
Kepadamu, yang masih
saja tak mengerti setiap isyarat dari ku.
Komentar