sebenarnya
tidak ada orang yang bodoh didunia ini. Allah menciptakan makhlukNya dengan
kondisi yang sebaik-baiknya. Semua orang, pada dasarnya memiliki potensi
kecerdasan yang lebih besar daripada apapun dan siapapun. Namun tanpa sadar,
terkadang orang tua atau guru sering kali menghakimi anaknya dengan cap-cap
yang buruk sehingga berpengaruh pada psikologis sang anak.
Sebagai contoh, jika dalam suatu keluarga terdapat dua orang anak. Lalu menurut
sang orang tua, si adik lebih pintar dari sang kakak. Sang kakak kerap dibilang
bodoh, sedangkan kepada sang adik, orang tua tersebut mengakatan bahwa adik
pintar. Maka, secara tidak langsung hal tersebut sangat memengaruhi kondisi
psikologis sang kakak. Sebab itu sang kakak akan tersugesti oleh ucapanorang
tuanya. Ia menjadi malas belajar dan mudah menyerah bila mendapati soal atau
pelajaran yang rumit. Sementara dilain sisi si adik akan selalu tertantang dan
termotivasi karena ia percaya bahwa kata orang tuanya dia adalah anak yang
cerdas. Begitulah realitas yang terjadi. miris.
“Setiap
anak terlahir jenius, tetapi kita memupuskan kejeniusan mereka dalam enam
bulan pertama”- Buckminster fuller
|
Contoh lainnya, misalkan ada seorang guru
yang sedang mengajak anak muridnya untuk berpartisipasi mengerjakan soal
didepan papan tulis. Kemudian ia mendapati jawaban yang diberikan sang murid
ternyata salah. Biasanya pada keadaan ini guru akan cenderung menyalahkan
secara langsung muridnya. Hal tersebut sangatlah tidak baik, karena akan
mengakibatkan murid menjadi tidak tertarik lagi untuk aktif berinteraksi dengan
guru tersebut. Alangkah baiknya jika guru sebagai seorang pengajar dan pendidik
mengatakan dengan kata “waah.. jawabannya sebenarnya sudah tepat, nak. Namun kurang
tepat.” Ya , dengan begitu secara tidak sadar akan menumbuhkan rasa percaya
diri pada diri sang anak.
Ternyata, ada banyak factor yang
secara tidak langsung sebenarnya dapat mengganggu sang anak dalam proses
belajarnya. Saya tekankan disini, kegiatan belajar-mengajar memang sangat
penting, namun ada hal yang lebih penting daripada itu. Membangun mental yang
baik jauh lebih penting daripada itu.
Saat mental anak sudah terbentuk
dengan baik, maka ia akan mampu melakukan hal-hal ajaib yang menakjubkan. Karena,
pikiran positif dan negative dapat juga menyebabkan perubahan besar dalam cara
otak memproses, menyimpan, dan mengambil informasi. Ketahuilah bahwa
molekul-molekul emosi juga menjalankan setiap sistem dalam tubuh.
Lalu apa PR kita?
Anak-anak
adalah pendidik terbaik bagi dirinya sendiri, sedangkan orang tua adalah guru
pertamanya.. Rumah, pantai, hutan, daerah petualangan dan seluruh permukaan
bumi merupakan sumber-sumber pendidikannya. – jika anak didorong untuk
menjelajahinya secara aman dan menggunakan seluruh indra.
Pentingnya
dorongan positif dari orang tua dan guru sangat ditekankan oleh para peneliti,
yang harus digaris bawahi adalah bagaimana memprogramkan pola pikir yang baik
kepada anak-anak sejak dini.Saya kerap kali menemui ada orang tua yang melontarkan
setidaknya beberapa komentar negative. Komentar-komentar seperti “Jangan
begitu, dong” atau “kamu memang gak bisa” merupakan awal dari segala masalah. Kenapa?
Berbagai riset juga meyakinkan kita semua akan pentingnya menumbuhkembangkan setiap
anak ditempat yang baik.
Maka
saya sangat berharap dikemudian hari nanti, setiap orang tua dan guru akan
lebih memerhatikan mental anak. Saat jiwa sudah baik, otak akan lebih mudah
dalam meyerap informasi apapun. Otak akan lebih mampu berfikir kreatif dan anak
akan lebih aktif dalam memelajari sesuatu.
Anak Belajar Dari Kehidupannya
Jika
anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki.
Jika
anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi.
Jika
anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah.
Jika
anak dibesarkan dengan rasa iba, ia belajar menyesali diri.
Jika
anak dibesarkan dengan olok-olok, ia belajar rendah diri.
Jika
anak dibesarkan dengan iri hati, ia belajar kedengkian.
Jika
anak dibesarkan dengan dipermalukan, ia belajar merasa bersalah.
Jika
anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.
Jika
anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri.
Jika
anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai.
Jika
anak dibesarkan dengan penerimaan, ia belajar mencintai.
Jika
anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri.
Jika
anak dibesarkan dengan pengakuan, ia belajar mengenali tujuan.
Jika
anak dibesarkan dengan rasa berbagi, ia belajar
kedermawanan.
Jika
anak dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, ia belajar kebenaran dan
keadilan.
Jika
anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan.
Jika
anak dibesarkan dengan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam
kehidupan.
Jika
anak dibesarkan dengan ketentraman, ia belajar berdamai dengan fikiran.
Jika
diibaratkan, seorang anak terlahir kedunia seperti kertas putih nan polos,
entah dalam dua puluh tahun kedepan akan jadi lukisan yang indah atau sekedar
coretan tak bermakna, itu semua tergantung dari kita yang mewarnainya.
Referensi;
the learning revolution book.
-Kiki
Andriani-
Komentar