Sejak masa SMA, saya mengenal laki-laki itu. Pria
berambut halus, panjang, dan berwarna hitam.Perkenalan kami sederhana,
kebetulan saja, posisi tempat duduk pria
ini begitu dekat dengan saya. Awalnya saya dan dia hanya berada dalam kebisuan,
lalu lama-kelamaan dia mulai membuka pembicaraan. Ah! Baru kusadari setelah
beberapa lama, ternyata ia adalah pendengar yang baik, dan pencerita yang baik
karena selalu menyuguhkan cerita yang menyenangkan bagi saya. Dia mengajak saya
memandang banyak hal dengan sisi yang berbeda. Sungguh, saya mencintai isi otak
pria ini. Saya selalu terpukau dengan jalan pikiran pria ini.
Mungkin, dia adalah pria dengan kualitas terbaik
saat memperhatikan perempuan. Pria sederhana yang mandiri, terbiasa mencuci
baju dan memasak mie instan sendiri.
Pria yang saya tahu sangat mencintai dua hal; Ibunya, juga kucing
peliharaannya. Pria yang selalu membuat saya nyaman dengan gaya khasnya. Kocak,
Supel, humoris. Pria yang tak pernah berhenti memperlakukan saya layaknya
wanita yang berharga, Saya selalu terpesona, dengan kelembutan sifat dan
sikapnya kepada saya.
Pria ini begitu berbeda dalam dengan saya, iya, dia
yang terlihat tenang berbanding terbalik dengan saya yang panikan, dia yang tak ingin banyak bercerita
tentang perasaannya, sementara sayapun juga begitu, diam namun jahil dalam
tulisan.Dia yang hobi berpetualang, sementara saya hanya gadis rumahan,
Dan jika pria ini memiliki bakat
melukis, Dan saya? saya hanya gadis biasa yang hobinya menulis. Boleh dikatakan, Saya
dan pria ini begitu lengkap, walau dalam perbedaan. :)
Saya masih teringat jelas saat saya menitikan air
mata didepan dia. Bukan, bukan karena dia menyakiti saya. Sudah saya jelaskan
diawal bahwa dia pendengar yang baik, kan? Saya begitu percaya saat menumpahkan
keluh kesah kepada pria itu, Saya begitu memercayainya. Dia sudah tahu bahwa saya sudah sering merasakan derita. Masa iya, sih dia tega melukai saya? Saya bersyukur, sampai saat ini dia masih menjelma
menjadi obat penenang ketika kewarasan
saya hampir musnah. Pria yang bisa membalut luka saya dengan guyonan saya
segar, mengembalikan lagi setiap harapan dan cita-cita saya yang tadinya hampir
menghilang. Pria ini bagai hujan, bagi kemarau saya.
Ada beberapa keinginan yang belum terwujud
bersamanya, saya ingin memeluknya saat malam berpendar, tak perlu banyak Percakapan-percakapan
singkat yang biasanya mengacaukan impuls-impuls otak saya. Memeluknya saja, itu sudah cukup. Dan sampai detik ini, masih
tersisa pertanyaan yang sampai detik ini belum menemui jawabannya; Sanggupkah
saya menjadi pelabuhan terakhir baginya?
Kepadamu,
pria humoris yang menyenangkan sekaligus meneduhkan; yang membuat saya jatuh
cinta berkali-kali.
K♥
Komentar